Review Film Ala Ala : Plus One (2019)
10.52
“Why does everyone have to get married now?”
Inti dari film ini adalah pesta pernikahan. Yang mana gue
juga heran. Semua orang nikah, dan undangan banyak, tapi permasalahannya adalah
seringkali kita nggak mau datang sendirian. Tentu saja dateng ke nikahan
seorang diri untuk jomblo ataupun tidak jomblo bukan hal yang menyenangkan. Dan
itu juga yang dirasain sama Alice dan Ben.
Alice dan Ben cuman temen biasa yang butuh temen untuk
dateng ke nikahan. Alice punya lima undangan, dan Ben punya enam undangan lagi.
Karena Ben nggak dapet-dapet gebetan, dan Alice nggak mau pacaran dulu setelah
putus dengan Nate, akhirnya memutuskan jadi Plus One masing-masing dalam semua
undangan.
Sebenernya film ini bukan film yang luar biasa keren banget.
Cuman adegan-adegan normal, konyol, dan sering terjadi di kehidupan kita.
Masalah yang diangkat pun sebenernya nggak berat-berat banget tapi cukup dekat
dengan kehidupan kita. Dan hal ini lah yang gue cari dalam nonton film komedi romantis.
Gue suka banget dua hal dalam film ini, hubungan Alice dan
Ben yang sangat relate-able, serta masalah pribadi mereka yang seringkali
menggganggu dalam porsi yang pas seperti hidup kita sehari-hari. Oh, dan satu
lagi. Musik-musik nya.
Kadang gue adalah Alice, yang selalu nyomblangin orang tapi
nggak nyari untuk diri sendiri. Kadang gue adalah Ben yang suka insecure
sendiri, dan membuat masalah gue sendiri karena nggak mau jujur sama diri
sendiri. Kesamaan lainnya dari mereka dan gue adalah : kita semua, aku, kamu, sama-sama takut dengan komitmen dan takut berjodoh sama orang yang salah.
Gue suka gimana caranya Alice dan Ben yang adu mulut tentang hal-hal nggak penting, gue juga suka bagaimana mereka nyinyirin semua hal, dan gue juga suka ketika mereka ngobrol. Semua terasa natural, dekat, nyata, dan relate. Alurnya memang agak lambat, tapi gue sangat menikmati cara mereka ngobrol. Jadi malah di film ini, alur yang lambat jadi poin plus di mata gue.
Gue suka gimana caranya Alice dan Ben yang adu mulut tentang hal-hal nggak penting, gue juga suka bagaimana mereka nyinyirin semua hal, dan gue juga suka ketika mereka ngobrol. Semua terasa natural, dekat, nyata, dan relate. Alurnya memang agak lambat, tapi gue sangat menikmati cara mereka ngobrol. Jadi malah di film ini, alur yang lambat jadi poin plus di mata gue.
Sebagai manusia 22 tahun yang juga sedang banyak kondangan,
gue suka film ini. Banyak pesan soal nikah, soal soul mate, soal kehidupan, insecurities
dan soal happiness yang bisa gue ambil. Gue suka aja sih sama semuanya. Latar
tempat dan gambarnya enak diliat. Kelemahannya, gue nggak tau sih cuman mungkin
kalau kalian nggak suka banyak bacot mungkin nggak akan suka.
0 komentar